BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Semakin meluasnya kebutuhan jasa
profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut
profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan
produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat
meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan
keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang memadai
serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi.
Seiring dengan tuntutan untuk menghadirkan
suatu proses bisnis yang terkelola dengan baik, sorotan atas kinerja akuntan
terjadi dengan begitu tajamnya. Ini tidak dapat dilepaskan dari terjadinya
beberapa skandal besar “malpraktik bisnis” yang telah melibatkan profesional
akuntan.
Di Indonesia kasus-kasus serupa juga
terjadi, misalnya kasus audit PT Telkom oleh KAP “Eddy Pianto & Rekan”
(Media Akuntansi, 2003). Dalam kasus ini laporan keuangan auditan PT Telkom
tidak diakui oleh SEC (pemegang otoritas pasar modal di Amerika Serikat), dan
atas peristiwa ini audit ulang diminta untuk dilakukan oleh KAP yang lainnya.
Hal tersebut bisa saja terkait dengan kompetensi dan independensi yang dimiliki
oleh auditor masih diragukan oleh SEC, dimana kompetensi dan independensi
merupakan dua karakteristik sekaligus yang harus dimiliki oleh auditor yang
berpengaruh terhadap kualitas audit.
Peristiwa bisnis yang melibatkan akuntan
tersebut seharusnya memberikan pelajaran untuk mengutamakan etika dalam
melaksananakan praktik profesional akuntansi.
Bagaimanapun situasi kontekstual ini
memerlukan perhatian dalam berbagai aspek pengembangan profesionalisme akuntan,
termasuk dari sisi etika, kompetensi, dan independensi yang berpengaruh
terhadap kualitas audit yang dihasilkan.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah suatu audit bisa dikatakan
berkualitas?
Apakah yang dimaksud dengan etika
profesi akuntan?
Apakah yang dimaksud dengan kompetensi
akuntan?
Apakah yang dimaksud dengan independensi
akuntan?
TUJUAN PENULISAN
Mengkaji faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi kualitas audit.
Menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas audit.
MANFAAT PENULISAN
Pembaca memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas audit.
Pembaca memahami penjelasan dan
keterkaitan faktor-faktor tersebut.
BAB 2
PERMASALAHAN
Banyak masalah yang
terjadi pada berbagai kasus bisnis yang ada saat ini melibatkan profesi
akuntan. Sorotan yang diberikan kepada profesi ini disebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya praktik-praktik profesi yang mengabaikan standar akuntansi
bahkan etika. Perilaku tidak etis merupakan isu yang relevan bagi profesi
akuntan saat ini. Di Amerika Serikat juga di Indonesia, isu mengenai etika
akuntan berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika.
Profesi akuntan tidak terlepas dari etika bisnis yang mana aktivitasnya
melibatkan aktivitas bisnis yang perlu pemahaman dan penerapan etika profesi
seorang akuntan serta etika bisnis.
Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak
yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan
kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan, atau
dengan kata lain audit yang berkualitas.
Untuk dapat menghasilkan audit yang berkualitas tentu saja tidak semudah
membalikkan telapak tangan, karena akan banyak faktor yang mempengaruhinya.
Lalu apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit tersebut dan
bagaimana keterkaitannya akan penulis bahas di makalah ini.
BAB 3
PEMBAHASAN
De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas
audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan
pelanggaran pada sistem akuntansi klien.
Deis dan Groux (1992) menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan
pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas
melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor.
Kompetensi dan independensi yang dimiliki auditor dalam penerapannya akan
terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku
etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka,
masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggungjawab
menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas mereka
(Nugrahaningsih, 2005).
Berdasarkan “Pedoman Etika” IFAC, maka
syarat-syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan pada
prinsip-prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan dalam
melaksanakan tugas profesionalnya.
Prinsip tersebut adalah (1) integritas, (2) obyektifitas, (3) independen,
(4) kepercayaan, (5) standar-standar teknis, (6) kemampuan profesional, dan (7)
perilaku etika.
Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena
dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Gambaran terhadap profesionalisme
dalam profesi akuntan publik seperti yang dikemukakan oleh Hastuti et al.
(2003) dicerminkan melalui lima dimensi, yaitu pengabdian pada profesi,
kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan
seprofesi.
KONSEP KUALITAS AUDIT
De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas dimana
seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam
sistem akuntansi kliennya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa KAP yang besar
akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan
dengan KAP yang kecil.
Deis dan Giroux (1992) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap
mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor telah
melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang
auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang
dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien
maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang
banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin
sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk
menekan auditor agar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh pihak ketiga,
kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil
pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga.
Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2003) menguji pengaruh independensi
dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitian ini
mendukung hipotesa bahwa spesialisasi auditor berpengaruh positif terhadap
integritas laporan keuangan, serta independensi berpengaruh negatif terhadap
integritas laporan keuangan. Selain itu, mekanisme corporate governance
berpengaruh secara statistis signifikan terhadap integritas laporan keuangan
meskipun tidak sesuai
dengan tanda yang diajukan
dalam hipotesa.
Widagdo et al. (2002) melakukan penelitian tentang atribut-atribut kualitas
audit oleh kantor akuntan publik yang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan
klien. Terdapat 12 atribut yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1)
pengalaman melakukan audit, (2) memahami industri klien, (3) responsif atas kebutuhan
klien, (4) taat pada standar umum, (5) independensi, (6) sikap hati-hati, (7)
komitmen terhadap kualitas audit, (8) keterlibatan pimpinan KAP, (9) melakukan
pekerjaan lapangan dengan tepat, (10) keterlibatan komite audit, (11) standar
etika yang tinggi, dan (12) tidak mudah percaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 7 atribut kualitas audit yang
berpengaruh terhadap kepuasan klien, antara lain pengalaman melakukan audit,
memahami industri klien, responsif atas kebutuhan klien, taat pada standar umum,
komitmen terhadap kualitas audit dan keterlibatan komite audit. Sedangkan 5
atribut lainnya yaitu independensi, sikap hati-hati, melakukan pekerjaan
lapangan dengan tepat, standar etika yang tinggi dan tidak mudah percaya, tidak
berpengaruh terhadap kepuasan klien.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS
AUDIT
ETIKA AUDITOR
Etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan berperilaku
terhadap sesamanya (Kell et al., 2002). Secara garis besar etika dapat
didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh
setiap orang. Dalam hal ini kebutuhan etika dalam masyarakat sangat mendesak
sehingga sangatlah lazim untuk memasukkan nilai-nilai etika ini ke dalam
undang-undang atau peraturan yang berlaku di negara kita. Banyaknya nilai etika
yang ada tidak dapat dijadikan undang-undang atau peraturan karena sifat
nilai-nilai etika sangat tergantung pada pertimbangan seseorang.
Etika auditor merupakan ilmu tentang
penilaian hal yang baik dan hal yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Guna meningkatkan kinerja auditor, maka auditor dituntut untuk selalu
menjaga standar perilaku etis. Kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis
berhubungan dengan adanya tuntutan masyarakat terhadap peran profesi akuntan,
khususnya atas kinerja akuntan publik. Masyarakat sebagai pengguna jasa profesi
membutuhkan akuntan professional. Label profesional disini mengisyaratkan suatu
kebanggaan, komitmen pada kualitas, dedikasi pada kepentingan klien dan
keinginan tulus dalam membantu permasalahan yang dihadapi klien sehingga
profesi tersebut dapat menjadi kepercayaan masyarakat.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Prinsip etika seorang auditor terdiri
dari enam yaitu:
Rasa tanggung jawab (responsibility) : mereka harus peka
serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka lakukan.
Kepentingan publik, auditor harus menerima kewajiban untuk
bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan orang banyak,
menghargai kepercayaan publik, serta menunjukan komitmennya pada
profesionalisme.
Integritas, yaitu mempertahankan dan memperluas keyakinan publik.
Obyektivitas dan Indepensi, auditor harus mempertahankan
obyektivitas dan terbebas dari konflik antar kepentingan dan harus berada dalam
posisi yang independen.
Due care, seorang auditor harus selalu memperhatikan standar tekhnik dan etika
profesi dengan meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa, serta melaksanakan
tanggung jawab dengan kemampuan terbaiknya.
Lingkup dan sifat jasa, auditor yang
berpraktek bagi publik harus memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik
profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang disediakannya.
Audit yang berkualitas sangat penting
untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggung jawabnya kepada
investor, masyarakat umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang
mengandalkan kredibilitas laporan keuangan yang telah diaudit, dengan
menegakkan etika yang tinggi.
KOMPETENSI
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998)
dalam Lasmahadi (2002) kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi
dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior.
Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, nilai, sikap, pengetahuan
dan ketrampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan
tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Kompetensi juga merupakan pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan
yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi kompetensi dalam
bidang auditing pun sering diukur dengan
pengalaman (Mayangsari,2003).
Ashton (1991) dalam M. Nizarul Alim et al (2007), menunjukkan bahwa dalam
psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai hal yang
penting untuk meningkatkan kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran
kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan
pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik karena pada
dasarnya manusia memiliki sejumlah11ias11t lain diselain pengalaman.
Pendapat ini didukung oleh Schmidt et
al. (1988) yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara
pengalaman bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas
tugas. Selain itu, pengetahuan mengenai spesifik tugas dapat meningkatkan
kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis.
Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada
kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor.
Kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki kompetensi yang baik.
Kompetensi tersebut terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan.
Auditor sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa
meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat
maksimal dalam praktiknya. Penerapan pengetahuan yang maksimal tentunya akan
sejalan dengan semakin bertambahnya pengalaman yang dimiliki.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi
untuk auditor di Indonesia terdiri atas:
1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu
kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta,
prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga mengatakan
bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan
bagi pengetahuan.
2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan
bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan Larocque’s (1990) juga menunjukkan
bahwa kepercayaan, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja sama adalah penting
bagi kompetensi audit.
INDEPENDENSI
Independensi berarti sikap mental yang
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak tergantung pada
orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran dalam diri
auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif
tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya
(Mulyadi, 1998: 52).
Definisi independensi dalam The CPA
Handbook menurut E.B. Wilcox dalam M. Nizarul Alim (2007) adalah merupakan
suatu standar auditing yang penting karena opini akuntan independen bertujuan
untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak
akan memberikan tambahan apapun.
Kode Etik Akuntan tahun 1994
menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang
akuntan untuk tidak mempunyai kepentingan
pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas
dan obyektivitas.
KAP yang memberikan jasa konsultasi manajemen kepada klien yang diaudit dapat
meningkatkan risiko rusaknya independensi yang lebih besar dibandingkan yang
tidak memberikan jasa tersebut. Tingkat persaingan antar KAP juga dapat
meningkatkan risiko rusaknya independensi akuntan. KAP yang lebih kecil
mempunyai risiko kehilangan independensi yang lebih besar dibandingkan KAP yang
lebih besar. Sedangkan lama ikatan hubungan dengan klien tertentu tidak
mempengaruhi secara signifikan terhadap independensi akuntan.
Kredibilitas auditor tentu sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat yang
menggunakan jasa mereka. Auditor yang dianggap telah melakukan kesalahan maka
akan mengakibatkan mereduksinya kepercayaan klien. Namun meskipun demikian
klien tetap merupakan pihak yang mempunyai pengaruh besar terhadap auditor. Hal
tersebut dilihat dari kondisi saat ini dimana telah terdapat berbagai regulasi
yang mengatur mengenai kerjasama klien dengan auditor.
Sesuai dengan standar umum bahwa auditor disyaratkan memiliki pengalaman kerja
yang cukup dalam profesi yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi
kualifikasi teknis dan berpengalaman dalam bidang yang digeluti kliennya (Arens
dan Loebbecke, 1997). Pengalaman juga akan memberikan dampak pada setiap
keputusan yang diambil dalam pelaksanaan audit sehingga diharapkan setiap
keputusan yang diambil adalah merupakan keputusan yang tepat.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa
semakin lama masa kerja yang dimiliki auditor maka auditor akan semakin baik
pula kualitas audit yang dihasilkan.
Auditor harus memiliki kemampuan dalam mengumpulkan setiap informasi yang
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung
dengan sikap independen. Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap independen
merupakan hal yang melekat pada diri auditor, sehingga independen seperti telah
menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki. Tidak mudah menjaga tingkat
independensi agar tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya. Kerjasama dengan
klien yang terlalu lama 11ias menimbulkan kerawanan atas
independensi yang dimiliki auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang
disediakan klien selama penugasan audit untuk auditor. Bukan tidak mungkin
auditor menjadi ”mudah dikendalikan” klien karena auditor berada dalam posisi
yang dilematis.
BAB 4
PENUTUP
KESIMPULAN
Kualitas audit dapat dicapai jika
auditor memiliki kompetensi, menjunjung tinggi independensi, serta menerapkan
nilai-nilai etika sebagai seorang professional. Berdasarkan “Pedoman Etika”
IFAC, maka syarat-syarat etika suatu organisasi akuntan sebaiknya didasarkan
pada prinsip-prinsip dasar yang mengatur tindakan/perilaku seorang akuntan
dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Prinsip tersebut adalah (1)
integritas, (2) obyektifitas, (3) independen, (4) kepercayaan, (5)
standar-standar teknis, (6) kemampuan profesional, dan (7) perilaku etika yang
baik.
Kompetensi terdiri dari dua dimensi yaitu pengalaman dan pengetahuan. Auditor
sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas audit memang harus senantiasa
meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat
maksimal dalam praktiknya.
Auditor harus memiliki kemampuan dalam
mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan audit
dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen. Tidak dapat
dipungkiri bahwa sikap independen merupakan hal yang melekat pada diri auditor,
sehingga independen seperti telah menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki.
Hal ini berarti kualitas audit didukung oleh sampai sejauh mana auditor mampu
bertahan dari tekanan klien disertai dengan perilaku etis yang dimiliki.
SARAN
· Sebaiknya kualitas audit akuntan publik harus benar-benar diteliti dulu
sebelum kita akan mengontrak auditor tersebut.
·
Akuntan publik sebaiknya benar-benar harus memiliki prinsip etika dan bisa
bersikap independen sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. 20.Auditing. Yogyakarta:
FE UGM
Purba Hamidarwaty Desi. 2009. ANALISIS PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, ETIKA AUDITOR, DAN KOMITMEN
ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR
DI KANTOR AKUNTAN PUBLIK KOTA SURAKARTA .Surakarta:FE Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Badriyah
Laelatul.2009.Peranan SOA dalam Implementasi Etika Akuntan.Jakarta.Universitas
Trisakti.