Senin, 20 April 2015

Hukum Dagang


BAB 6 dan 7

HUKUM DAGANG (KUHD)
Latar Belakang
Penulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi yang diberikan oleh Ibu Septi Herawati.

RUMUSAN MASALAH:

1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
2. Berlakunya Hukum Dagang
3. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
4. Pengusaha dan Kewajibannya
5. Bentuk-bentuk Badan Usaha
6. Perseroan Terbatas
7. Koperasi
8. Yayasan
9. Badan Usaha Milik Negara

ANALISIS 

1.Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang 
     Hubungan hukum perdata dan hukum dagang dapat dikatakan saling berkaitan sehingga tidak terdapat perbedaan prinsipil antara keduanya.Hal ini dapat dibuktikan  didalam pasal 1 dan 15 KUH Dagang.
     Sementara itu,dalam  pasal 1 KUH Dagang disebutkan  bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan,berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
     Kemudian,didalam pasal 15 KUH Dagang disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan,oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
     Dengan demikian,berdasarkan pasal 1 dan pasal 15 KUH dagang dapat diketahui kedudukan KUH dagang terhadap KUH perdata.Pengertiannya,KUH dagang merupakan hukum yang khusus,sedangkan KUH perdata merupakan hukum yang bersifaat umum,sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogat legi genelari,yang artinya hhukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.

2.Berlakunya Hukum Dagang
     Sebelum tahun 1938,Hukum dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan usaha dagang.Kemudian sejak tahun 1938 pengertian ‘Perbuatan dagang’ menjadi lebih luas dan dirubah menjadi ‘perbuatan perusahaan’ yang mengandung artimenjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha(perusahaan).
     Pengertian perusahaan menurut hukum,Mahkamah Agung,menurut molenggraff,dan menurut undang-undang nomor 3 Tahun 1982.
1.Menurut Hukum
Perusahaan adalah mereka yang melakukan suatu untuk mencari keuntungan dengan menggunakan banyak modal,tenaga kerja,dan dilakukan secara terus menerus,serta terang-terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2.Menurut Mahkamah agung
Perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan perbuatan yang bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian.
3.Menurut molengraff
Perusahaan(dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yyang dilakukan secara terus-menerus,bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan,menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan .
4.Menurut Undang-Undang NO 3 Tahun 1982
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus,didirikan dan bekerja,serta berkedudukn dalam wilayah negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungn/laba.

     Dengan demikian ada beberapa pendapat yang dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur,seperti berikut:
A.    Terang-terangan
B.     Teratur bertindak ke luar, dan
C.     Bertujuan untung memperoleh keuntungan materi
Dengan kata lain perusahaan yang dijalankan oleh seorang pengusaha dengan mempunyai kedudukan dan kualitas tertentu,sedangkan yang dinamakan ‘pengusaha’ adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggung jawab dan mengambil risiko didalam perusahaan dan juga meewakili scaara sah.Oleh karena itu,suatu perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat berbentuk sebagai berikut:
A.    Ia seorang diri sendiri
B.     Ia sendiri dan dibantu oleh pembantu, dan
C.     Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu

3.Hubungan pengusaha dan pembantunya
Pembantu perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi,yaitu:
1.Pembantu di Dalam Perusahaan
Pembantu didalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang berssifat sub ordinasi,yaitu hubungan atas dan bawahsehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan,misalnyya pemimpin perusahaan,pemegang prokurasi,pemimpin filial,pedagang keliling,dan pegawai perusahaan.
2.Pembantu diluar Perusahaan
Adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi,yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah,seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata,misalnya pengacara,notaris,ageb perusahaan,makelaar,dan komisioner.
            Dengan demikian,hubungab hukum yang terjadi diantara mereka yang termasuk dalam perantara dapat bersifat
a.       Hubungan perburuhan,sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b.      Hubungan pemberian kuasa,sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c.       Hubungan hukum pelayanan berkaala,sesuai pasal 1601 KUH Perdata

4.Pengusaha dan Kewajibannya
Menurut undang-undang,ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan(dipenuhi) oleh pengusaha,yaitu:
a.       Membuat pembukuan (sesuai dengan pasal 6 KUH Dagang YO Undang-Undang nomor 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan)
b.      Mendaftarkan perusahaannya (sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan)

5.Bentuk-Bentuk Badan Usaha
1. Bentuk-bentuk badan usaha dilihat dari segi Pemiliknya
a. Badan Usaha Negara adalah:
Semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya secara keseluruhan merupakan kekayaan Negara
b. Badan Usaha Swasta adalah
Badan usaha kepunyaan swasta yang seluruh modalnya diperoleh dari pihak
swasta.
c. Badan Usaha Campuran adalah
Badan usaha yang sebagian besar modalnya dari pemerintah dan sebagian lagi dari pihak swasta
d. Badan Usaha Daerah adalah
Badan usaha yang dimiliki atau dibiayai oleh pemerintahan daerah
2. Bentuk-bentuk Badan Usaha di lihat dari system pengelolaannya
a. Badan Usaha industri
b. Badan Usaha Perniagaan
c. Badan Usaha Agraris
d. Badan Usaha Ekstraktif
e. Badan Usaha Jasa (financial dan Non financial)
3. bentuk-bentuk Badan Usaha dilihat dari Legalitas Hukum
a. Badan Usaha Perorangan adalah
Badan yang didirikan oleh seseorang dan ia sendiri yang memimpinnya, pemiliknya dan bertanggung jawab atas segala pekerjaan.
b. Persekutuan Firma adalah
Badan Usaha yang didirikan oleh lebih dari satu orang untuk menjalankan perusahaan sengan nama bersama, serta mereka pemiliknya.
c. Persekutuan Komanditer (CV)
Suatu perkumpulan dimana satu atau lebih mengikat diri. Untuk menyerahkan modalnya ke dalam perusahaan yang dijalankan oleh satu orang atau lebih dengan nama bersama dan mereka pemiliknya
d. Perseroan Terbatas (PT) adalah
Suatu perseroan yang memperoleh modalnya dengan mengelusrksn sero-sero (saham) dimana setaip orang dapat memiliki satu atau lebih serta bertanggung jawab sebanyak modal yang diberikan .
e. Perkumpulan Koperasi
merupakan perkumpulan orang-orang yaitu organisasi ekonomi rakyat yang berwatak social yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hokum yang merupakan tata susunan ekonomi rakyat sebagai usaha atas asas kekluargaan.


6.      Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Anggaran Dasar Perseroan Terbatas
Akta pendirian PT memuat anggaran dasar Perseroan antara lain terdiri dari;
Proses pendirian perusahaan(PT)
Proses pendirian PT berawal dari pendaftaran nama perusahaan dan membuat akta pendirian melalui Notaris, kemudian domisili perusahaan, pendaftaran perusahaan sebagai wajib (NPWP), pengesahan anggaran dasar perseroan terbatas oleh Menteri Hukum dan HAM RI, kemudian proses izin usaha seperti SIUP dan pendaftaran perusahaan untuk mendapatkan TDP. 
Setelah TDP selesai selanjutnya adalah adalah proses pengumuman dalam berita negara Republik Indonesia. 
Tahap 1:
Pendaftaran nama perusahaan
Cek dan pendaftaran nama perusahaan diajukan kepada Notaris.Pendaftaran dilakukan oleh pihak Notaris melalui SISMINBAKUM untuk mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM RI tentang pemakaian nama perseroan terbatas.
Tahap 2:
Akta pendirian PT
Akta otentik sebagai akta pendirian PT dibuat dan ditandatangani oleh Notaris.Sebelum akta ditandatangani oleh Notaris, para pendiri atau kuasanya harus menandatangani draf/minuta anggaran dasar perseroan terbatas yang sama isinya dengan akta pendirian.
Tahap 3:
Domisili perusahaan
Permohonan surat keterangan domisili perusahaan diajukan melalui Kantor Kelurahan setempat sesuai dengan alamat kantor perusahaan berada. Domisili perusahaan dibutuhkan sebagai bukti keterangan alamat perusahaan untuk proses pendaftaran dan perizinan lainnya.
Tahap  4:
NPWP-Nomor pokok wajib pajak
Pendaftaran wajib pajak diajukan melalui  kantor pelayanan pajak sesuai domisili perusahaan untuk mendapatkan;
1. NPWP, dan
2. Surat keterangan terdaftar wajib pajak.
NPWP dibutuhkan sebagai indentitas badan usaha untuk melaporkan pajak kepada negara.
Tahap 5:
SK Menteri Hukum dan HAM RI
Tahap ini sangat penting bagi perusahaan untuk mendapatkan status sebagai badan hukum.Permohonan ini diajukan melalui Notaris kepada Menteri Hukum dan HAM RI untuk mendapatkan pengesahan anggaran dasar  perseroan (Akta Pendirian) sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Tahap 6:
SIUP-Surat izin usaha perdagangan
Proses permohonan SIUP diajukan melalui dinas perdagangan Kota/Kabupaten untuk golongan SIUP menengah dan kecil, atau Dinas Perdagangan Propinsi untuk SIUP besar sesuai dengan tempat kedudukan perusahaan berada. Golongan SIUP ditentukan berdasarkan besarnya jumlah modal ditempatkan dan disetor dalam akta pendirian.
Tahap 7:
TDP-Tanda daftar perusahaan
Permohonan pendaftaran perusahaan untuk mendapatkan TDP diajukan kepada Pendaftaran Perusahaan yang berada di Kota/Kabupaten cq. Dinas Perdagangan.Proses TDP diajukan setelah perusahaan mendapatkan pengesahan dari menteri dan miliki SIUP atau izin usaha yang lain.
Tahap 8:
PKP - Pengusaha Kena Pajak
Pendaftaran pengusaha kena pajak (PKP)  diajukan melalui kantor pelayanan pajak sesuai dengan NPWP.PKP dibutuhkan untuk menerbitkan faktur perusahaan dalam rangka menjual produk atau jasa dengan PPN (pajak pertambahan nilai).
Tahap 9:
Berita Negara Republik Indonesia
Status perusahaan sebagai badan hukum telah sempurna setelah di umumkan dalam berita acara negara Repbulik Indonesia.Permohonan ini dapat diajukan setelah perusahaan memiliki TDP dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman & HAM RI.

7.      Koperasi
Koperasi mengandung makna ‘kerja sama’.Koperasi bersumber dari kata co-operation yang artinya kerja sama.Ada juga yang mengartikan koperasi dalam  makna lain.Enriques memberikan pengertian koperasi yaitu menolong satu sama lain.
Di Indonesia, ide-ide perkoperasian diperkenalkan pertama kali oleh Patih di Purwokerto, Jawa Tengah, R. Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 mendirikan sebuah Bank untuk Pegawai Negeri. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode.Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Hingga saat ini kepedulian pemerintah terhadap keberadaan koperasi nampak jelas dengan membentuk lembaga yang secara khusus menangani pembinaan dan pengembangan koperasi.
DiIndonesia koperasi dinaungi oleh Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang bertugas:

a.
merumuskan kebijakan pemerintah di bidang pembinaan koperasi dan usaha kecil menengah.
b.
mengkoordinasikan dan meningkatkan keterpaduan penyusunan rencana dan program, pemantauan, analisis dan evaluasi di bidang koperasi dan usaha kecil menengah.
c.
meningkatkan peran serta masyarakat di bidang koperasi dan usaha kecil menengah.
d.
mengkoordinasikan kegiatan operasional lembaga pengembangan sumberdaya ekonomi rakyat.
e.
menyampaikan laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.


8.Yayasan
Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang.

9.Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang Undang.



REFERENSI
Elsi Kartika Sari, S.H.,M.H, dan Advendi Simanunsong, S.H.,M.M. 2007, Hukum dalam Ekonomi, Jakarta: PT.Grasindo
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=19&Itemid=92

Rabu, 15 April 2015

Hukum Perjanjian

BAB 5

HUKUM PERJANJIAN
Latar Belakang

Penulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dalam Ekonomi yang diberikan oleh Ibu Septi Herawati.
 RUMUSAN MASALAH:

1.      Standar Kontrak

2.      Macam-macam Perjanjian

3.      Syarat Sahnya Perjanjian

4.      Saat Lahirnya Perjanjian

5.      Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
 
ANALISIS
1.Standar Kontrak
A.Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.

- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur. 
- Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

b. Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.  
2.Macam-macam Perjanjian
Perjanjian dapat berbentuk:

  • Lisan
  • Tulisan, dibagi 2 (dua), yaitu:
–          Di bawah tangan/onderhands
–          Otentik
C.1.     Pengertian Akta

Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya.
Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:
a.  Akta Di bawah Tangan (Onderhands)
b. Akta Resmi (Otentik).
Akta Di bawah Tangan
Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau Notaris. Akta ini yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya.  Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta Otentik.
Perjanjian di bawah tangan terdiri dari:
(i)     Akta di bawah tangan biasa
(ii)    Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi maupun tanda tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.
(iii)   Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak  namun  penandatanganannya   disaksikan   oleh  atau di hadapan Notaris,
namun Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi dokumen melainkan Notaris hanya bertanggungjawab terhadap tanda tangan para pihak yang bersangkutan dan tanggal ditandatanganinya dokumen tersebut.
Akta Resmi (Otentik)

Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu.  Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai pencatatan sipil, dan sebagainya.
Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak. Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.
Suatu akta otentik harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
(i)     Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.
(ii)    Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
(iii)   Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.


3.Syarat sahnya Perjanjian
 Dalam Pasal 1320 KUH Perdata disebutkan, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.

  1. Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian  harus cakap menurut hukum,  serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.
Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang  oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.  Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:
–          Orang yang belum dewasa.
Mengenai kedewasaan Undang-undang menentukan sebagai berikut:
(i)           Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.
(ii)          Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan (“Undang-undang Perkawinan”): Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.
–          Mereka yang berada di bawah pengampuan.
–          Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).
–          Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

  1. Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.

  1. Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian  haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan  ketertiban
Syarat No.1 dan No.2 disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan  syarat No.3 dan No.4 disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.
Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.
Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

4.Saat Lahirnya Perjanjian
Menurut teori penerimaan (Ontvangtheorie) lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama.  


5.Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:
a.   Pembayaran
Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela.  Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie. Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada Panitera Pengadilan Negeri
Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.
Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu.
c.   Pembaharuan utang atau novasi
Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama.  Menurut Pasal 1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.
d.   Perjumpaan utang atau Kompensasi
Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur.  Jika debitur mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu dengan lainnya.
Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:
(i)       Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan dengan hukum.
(ii)      Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.
(iii)     Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).
e.   Percampuran utang
Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.
f.   Pembebasan utang
Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.
g.   Musnahnya barang yang terutang
Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
h.   Batal/Pembatalan
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.
Menurut Prof. Subekti  permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi   syarat   subyektif  dapat  dilakukan  dengan  dua  cara, yaitu:
(i)       Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;
(ii)      Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.
i.Berlakunya suatu syarat batal
Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.
j.    Lewat waktu
Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun.  Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.

REFERENSI

Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang Hukum Perdata,  Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Subekti, R, Prof, S.H., Hukum Perjanjian, Cetakan ke-VIII, PT Intermasa.